Sumber : Google.com |
Puisi secara umum jauh lebih pendek dari karya sastra
lain seperti cerpen dan novel. Maka, sering dikatakan bahwa puisi menjadi
gerbang pertama bagi penulis karya sastra pemula, sebelum ia kemudian menulis
karya yang lebih panjang seperti cerpen dan novel. Lalu, apakah menulis puisi
itu mudah? Berikut ada beberapa tips menulis dari
para penyair besar Indonesia.
A. SAPARDI DJOKO DAMONO
Sapardi Djoko Damono mengatakan bahwa menulis puisi
sebetulnya mudah. Namun begitu, ada rambu-rambu yang sebaiknya diikuti ketika
menulisnya:
1. Buatlah Jeda
Menurut Sapardi, penulis tidak boleh terlibat secara
emosional dengan apa yang akan ditulis. Maka, ketika hendak menulis sajak, kita
harus memberi jeda/jarak.
Misalnya dalam kondisi marah, Sapardi tidak akan menulis
puisi. Karena jika memaksakan menulis, maka yang keluar hanyalah kemarahan-kemarahan.
Jika dirasa sudah ada jarak dengan peristiwa, barulah ia berani melanjutkan
menulis puisinya lagi.
Namun, ia mengaku, ada satu sajak yang dilanggarnya.
Yaitu sajak tentang Marsinah yang
begitu panjang, dibuat dalam kurun waktu tiga tahun. Lamanya proses pembuatan
sajak itu salah satunya karena ditulis dalam kondisi marah. Ketika melanjutkan,
marah lagi. Berhenti. Melanjutkan lagi, ternyata marah lagi. Berhenti. Hingga
akhirnya sajak yang dibuat tahun 1996 itu rampung dikerjakan tahun 1998.
Bahkan, sampai sekarang pun ia merasa sajak itu perlu direvisi karena masih ada
marah dalam peristiwa itu.
Sama halnya ketika suasana hati sedang jatuh cinta. Puisi
yang dibuat pasti akan cengeng. Karena itu, membuat jeda/jarak dengan peristiwa
sangat penting.
Dengan gaya guyonan, Sapardi mengatakan, “Kalau kondisi
sedang marah sajak akan dipenuhi pentungan (tanda seru-red). Kalau sedang jatuh
cinta banget akan banyak titik-titiknya. Bagaimana bacanya?”
2. Sajak Ada di Sekitar Kita
Membuat puisi tidak harus yang mengawang-awang, melangit,
yang justru menyulitkan penulis sendiri.
Sapardi memberikan contoh. Ada satu karyanya berjudul
“Berjalan ke Barat di Waktu Pagi Hari” yang karena begitu sederhananya, justru
masuk dalam antologi puisi dunia bersama satu karya dari Rendra. Berikut
puisinya:
Berjalan
ke Barat di Waktu Pagi Hari
waktu aku berjalan ke barat
di waktu pagi matahari mengikutiku
di belakang
aku berjalan mengikuti bayang-bayangku sendiri yang memanjang
di depan
aku dan matahari tidak bertengkar tentang siapa diantara kami
yang telah menciptakan bayang-bayang
aku dan bayang-bayang tidak bertengkar tentang siapa diantara
kami yang harus berjalan di depan
di belakang
aku berjalan mengikuti bayang-bayangku sendiri yang memanjang
di depan
aku dan matahari tidak bertengkar tentang siapa diantara kami
yang telah menciptakan bayang-bayang
aku dan bayang-bayang tidak bertengkar tentang siapa diantara
kami yang harus berjalan di depan
Sapardi sendiri kurang mengerti mengapa sajak itu bisa
begitu dihargai hingga telah diterjemahkan ke lebih dari 20 bahasa serta dapat
masuk dalam antologi yang mencatat karya sastra top dunia dari berbagai
periode. Dari sajak-sajak yang dibuat Sapardi, sajak inilah yang paling disukai
dan dihapalnya.
3. Jangan Meniru Karya Sendiri
Hah, maksudnya? Meniru karya sendiri? Ya. Kejahatan
paling sadis menurut Sapardi adalah selalu meniru karyanya sendiri. Kalau
dilakukan, ini dosa besar. Akibatnya, tidak sedikit sastrawan yang selalu
berputar di wilayah yang itu-itu saja. Kreativitasnya mandek.
Kalau orang mengenalnya sebagai penulis puisi cinta,
menurut Sapardi itu keliru besar. Sebab, selama ini banyak sekali tema yang
ditulisnya di luar topik percintaan. Seperti keresahan sosial, masa kecil,
keluarga, kritik kepada penguasa, dan sebagainya.
Agar kreativitas tidak mandek dan terus mengalir, Sapardi
selalu membaca apa saja. Karena dengan membaca, wawasan menjadi terbuka.
Perbendaharaan kata menjadi kaya.
“Puisi itu sebenarnya menipumu. Seperti pesulap, kalian
digiring melalui kata-kata menuju makna tertentu,” kata Sapardi.
B. JOKO PINURBO
“Banyak puisi bagus yang gagal karena si penyair tergoda
untuk berceramah dan menyimpulkan sendiri puisi tersebut di ending-nya.”
Untuk lebih lengkap, penyair yang akrab dipanggil Jokpin
ini memberi beberapa kiat dalam menulis puisi:
1. Memiliki Buku Catatan Ide
Milikilah buku catatan yang menyimpan kenangan akan
segala objek atau peristiwa yang saya lihat dan saya perhatikan.
2. Memperluas Sudut Pandang
“Anda bisa menulis secara lebih efisien dan lebih membumi
jika anda memperluas sudut pandang. Banyak penyair menulis tentang hujan,
tetapi bisakah Anda menulis tentang hujan yang beda dengan hujannya Chairil
Anwar dan Sapardi,” kata Jokpin.
3. Jangan Berceramah
Jangan merusak puisi Anda dengan berceramah sehingga
merebut hak pembaca untuk menyimpulkan karya Anda. “Banyak puisi bagus yang
gagal karena si penyair tergoda untuk berceramah dan menyimpulkan sendiri puisi
tersebut di ending-nya. Salah satu nafsu negatif pengarang adalah keinginan
yang sangat besar untuk menyimpulkan sendiri pesan atau amanat dari
karya-karyanya. Padahal, menyimpulkan bacaan adalah bagiannya pembaca. Jangan
bernafsu untuk menjadi nabi atau penceramah dalam tulisanmu. Jangan menceramahi
pembaca lewat karya. Biarkan pembaca berimajinasi. Jangan merebut hak pembaca
untuk menyimpulan sendiri apa yang mereka baca. Jangan terlalu bernafsu untuk
menggurui atau mengajari pembaca lewat karya kita,” jelas Jokpin.
4. Banyak Membaca Puisi Karya Penyair Lain
“Dalam kepala kita bersliweran puisi-puisi karya penyair
lain yang pernah kita baca. Rekaman ini akan membantu kita dalam menulis
karya yang khas kita sendiri. Tetapi, hal ini tidak bisa terjadi kalau kitanya
tidak suka membaca. Karena itu, perbanyaklah bava karya penyair lain untuk
referensi dan belajar menulis puisi,” jelasnya.
Darimana kita belajar menulis akan menunjukkan kualitas
karya kita. Jokpin menyarankan kita untuk membaca karya-karya yang baik untuk
bisa menulis puisi yang baik. “Bergaulah dengan (membaca) karya-karya yang
baik. Bacalah karya-karya penyair lain, dan pelajari. Kalau bisa, sekalian
dihafalkan. Ini sebagai bukti cinta pembaca kepada pengarangnya,” sambung
beliau
5. Jadilah Orang yang Moderat, yang Bersahaja
Penyair menjadi penyair hanya ketika dia sedang
berkreativitas mengolah puisi. Di luar itu, maka dia adalah manusia biasa.
Maka, untuk jadi pengarang yang baik jadilah manusia yang sewajarnya dalam
kehidupan sehari-hari sehingga kita bisa menyerap cerita-cerita dan pengalaman
kehidupan orang lain.
“Lebih baik jadi orang biasa dengan karya yang gila daripada menjadi orang gila dengan karya yang biasa-biasa saja.”
Terakhir, beliau menyebutkan rekomendasi daftar para penulis yang karya-karyanya harus dibaca untuk bisa menulis puisi yang bagus :
Sumber : gmb-indonesia.com
“Lebih baik jadi orang biasa dengan karya yang gila daripada menjadi orang gila dengan karya yang biasa-biasa saja.”
Terakhir, beliau menyebutkan rekomendasi daftar para penulis yang karya-karyanya harus dibaca untuk bisa menulis puisi yang bagus :
1) Chairil
Anwar, penyair legendaris Indonesia
2) Rendra,
jagonya puisi-puisi social
3) Goenawan
Mohamad
4) Sutardji
Calzoum Bachri
5) Taufik
Ismail
6) Sapardi
Djoko Darmono
7) Acep
Zamzam Noer
8) Afrizal
malna
9) Seobagyo
Sastro Wardoyo
10) Sitor
Situmorang
0 Komentar