TERIMA KASIH TELAH BERKUNJUNG DI WEBSITE SMA NEGERI 2 LIWA

REFLEKSI PERINGATAN HARI GURU SEDUNIA : PENGUATAN KREATIVITAS GURU DALAM PJJ DI ERA PANDEMI

 

Beberapa Guru Kreatif sesaat setelah menerima Penghargaan pada HUT ke-29 Kabupaten Lampung Barat, 24 September 2020 lalu


Saat ini guru-guru hampir di seluruh dunia menghadapi tantangan yang sama, yaitu mengajar ditengah pandemi Covid-19 yang sudah terjadi sejak awal 2020. Pandemi Covid-19 memaksa sekolah ditutup (sementara). Pembelajaran yang awalnya tatap muka diganti dengan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) baik menggunakan moda luar jaringan (luring/offline), dalam jaringan (daring/online) atau kombinasi daring dan luring (blended).

Walau PJJ bukan hal yang baru, tetapi saya yakin tidak tidak seorang pun, termasuk guru yang menyangka bahwa pandemi ini bisa terjadi selama berbulan-bulan sehingga PJJ pun dilakukan selama berbulan-bulan. Pada awal PJJ, diakui atau tidak, banyak guru yang bingung dan tergopoh-gopoh dalam melaksanakan PJJ. 

Awalnya banyak yang mengartikan bahwa PJJ di masa pandemi dilaksanakan secara daring/online. Guru banyak memberikan tugas yang harus dikerjakan oleh siswa melalui Grup WA, sehingga hal tersebut menimbulkan keluhan peserta didik dan orang tuanya. Kendala lain yang dihadapi yaitu; tidak setiap peserta didik atau orang tua memiliki smartphone/laptop, akses sinyal internet yang terbatas, hingga beratnya beban biaya untuk membeli kuota data/internet.

Dalam perkembangannya, PJJ bukan hanya dilakukan secara daring, tetapi juga secara luring atau secara kombinasi daring-luring. Guru tidak lagi banyak memberikan tugas-tugas yang memberatkan peserta didik, tetapi disesuaikan dengan situasi, kondisi, dan kebutuhan di lapangan. Pembelajaran lebih fokus kepada pembentukan karakter dan menanamkan kecakapan hidup (life skill). Penilaian dan umpan balik lebih difokuskan secara kualitatif. Pembelajaran tidak dipaksakan untuk mencapai semua Kompetensi Dasar (KD), tetapi disesuaikan dengan kondisi masing-masing peserta didik.

PJJ daring bukannya menjadikan tugas guru semakin ringan, tetapi semakin berat, karena mereka harus menguasai Teknologi Informasi dan Teknologi (TIK) seperti Zoom, Webex, dan Google Classroom. Guru yang telah puluhan tahun mengajar dan gaptek terhadap TIK harus berjuang keras, belajar dan beradaptasi dengan cepat TIK agar bisa mengajar para peserta didiknya. PJJ daring tidak dibatasi waktu (jam pelajaran) seperti pembelajaran tatap muka, tetapi bisa berlangsung lebih dari jam tatap muka.

Di luar jam tatap muka, para guru harus masih harus melayani peserta didik dan orang tua yang konsultasi, bahkan mereka memantau dan memeriksa tugas-tugas para peserta didiknya sampai larut malam. Mereka pun harus menyiapkan materi yang akan disampaikan kepada para peserta didik.

Mereka harus pandai membuat video pembelajaran, menjadi presenter dadakan, aktor atau aktris dadakan karena harus beraksi di depan kamera. Bagi guru-guru yang melek TIK, hal tersebut bukan hal yang sulit, tetapi bagi guru yang gaptek TIK, hal tersebut menjadi tantangan yang cukup serius. Oleh karena itu, jika ada yang mengatakan atau berpendapat guru makan gaji buta selama pandemi Covid-19, menurut saya, pernyataan tersebut tidak bijaksana dan tidak mengapresiasi upaya serta kerja keras guru dalam PJJ selama pandemi.

Saya terharu, salut, sekaligus bangga saat melihat guru-guru yang berada di daerah 3T (Tertinggal, Terluar, Terdepan) berjuang dengan sekuat tenaga tetap mengajar peserta didiknya. Akses internet yang terbatas bahkan belum ada sebagai pendukung PJJ daring menyebabkan mereka tidak memiliki pilihan selain pembelajaran luring. 

Jarak puluhan kilometer harus mereka tempuh untuk bisa berkunjung ke rumah para peserta didiknya.  Belum lagi kondisi jalan yang belum diaspal, melewati hutan, atau menyeberang sungai. Hal tersebut tentunya sangat berisiko terhadap keselamatan mereka.

Para guru dan peserta didik sudah banyak yang mendapatkan bantuan kuota internet dari Kemendikbud. Semoga hal ini setidaknya bisa membantu mereka dalam melaksanakan pembelajaran daring. Pembelajaran yang disiarkan di TVRI, RRI, atau modul-modul juga diharapkan dapat membantu dalam pembelajaran luring.

Setelah hampir delapan bulan PJJ, mungkin saja muncul kejenuhan, baik di kalangan guru atau peserta didik. pembelajaran daring walau pun menggunakan teknologi, tetapi kurang melibatkan emosi, sehingga ikatan psikologis antara guru dan peserta didik kurang begitu kuat.

Tanggal 5 Oktober bertepatan dengan peringatan Hari Guru Sedunia tentunya menjadi bahan untuk mengevaluasi sekaligus merefleksikan peran dan strateginya dalam pembelajaran selama pandemi Covid-19. Pandemi ini adalah sebuah wabah global. Oleh karena itu, para guru harus mau berubah, mau beradaptasi, bermental pemelajar, saling berbagi pengalaman pembelajaran terbaik (best practice), dan meningkatkan kreativitas dan inovasi pembelajaran di masa pandemi. Selalu ada hikmah dibalik musibah, tidak perlu resah atau gundah, tetap berupaya disertai doa semoga wabah segera punah.

Saya terharu, salut, sekaligus bangga saat melihat guru-guru yang berada di daerah 3T (Tertinggal, Terluar, Terdepan) berjuang dengan sekuat tenaga tetap mengajar peserta didiknya. Akses internet yang terbatas bahkan belum ada sebagai pendukung PJJ daring menyebabkan mereka tidak memiliki pilihan selain pembelajaran luring. 

Jarak puluhan kilometer harus mereka tempuh untuk bisa berkunjung ke rumah para peserta didiknya.  Belum lagi kondisi jalan yang belum diaspal, melewati hutan, atau menyeberang sungai. Hal tersebut tentunya sangat berisiko terhadap keselamatan mereka.

Para guru dan peserta didik sudah banyak yang mendapatkan bantuan kuota internet dari Kemendikbud. Semoga hal ini setidaknya bisa membantu mereka dalam melaksanakan pembelajaran daring. Pembelajaran yang disiarkan di TVRI, RRI, atau modul-modul juga diharapkan dapat membantu dalam pembelajaran luring.

Setelah hampir delapan bulan PJJ, mungkin saja muncul kejenuhan, baik di kalangan guru atau peserta didik. pembelajaran daring walau pun menggunakan teknologi, tetapi kurang melibatkan emosi, sehingga ikatan psikologis antara guru dan peserta didik kurang begitu kuat.

Tanggal 5 Oktober bertepatan dengan peringatan Hari Guru Sedunia tentunya menjadi bahan untuk mengevaluasi sekaligus merefleksikan peran dan strateginya dalam pembelajaran selama pandemi Covid-19. Pandemi ini adalah sebuah wabah global. Oleh karena itu, para guru harus mau berubah, mau beradaptasi, bermental pemelajar, saling berbagi pengalaman pembelajaran terbaik (best practice), dan meningkatkan kreativitas dan inovasi pembelajaran di masa pandemi. Selalu ada hikmah dibalik musibah, tidak perlu resah atau gundah, tetap berupaya disertai doa semoga wabah segera punah.

------------------------------

Tulisan : IDRIS APANDI (Penulis Buku Penguatan Guru Penggerak di Era Merdeka Belajar)

Sumber  : Kompasiana


Posting Komentar

0 Komentar